Futon adalah salah satu matas tradisional orang Jepang yang biasa digunakan sebagai alas tidur. Meskipun di era modern sekarang ini telah banyak orang yang mempunyai kasur tetapi tak jarang juga orang mempergunakan futon. Hal ini disebabkan karena tempat yang tidak begitu besar. Futon memiliki dua lapisan, lapisan pertama disebut Shikibuton(alas futon), dan Kakebuton(matras) serta Makura sebagai bantal.
Berbeda dengan pertunjukan boneka di Negara lain bunraku umumnya berukuran hampir setengah ukuran orang dewasa. Boneka tersebut tidak digerakkan oleh benang,namun dimainkan oleh omozukai(dalang) langsung di atas panggung. Dan uniknya lagi ada boneka yang dimainkan oleh 3 orang sekaligus.Dalang pertama biasanya menggerakkan kepala dan lengan kanan, sedangkan dalang kedua menggerakkan lengan kiri, dan dalang ketiga menggerakkan kaki boneka. Hal ini bertujuan agar menyamarkan panggung agar tidak terlihat penuh. Dalang kedua dan ketiga biasanya mengenakan pakaian serba hitam dtambah kerudung hitam. Walaupun nantinya kerudung ini akan di buka pada saat penonton telah hanyut dalam pertunjukan. Untuk boneka wanita biasanya tidak memilki kaki dikarenakan memakai kimono panjang.
Diperkenalkan oleh Ts’ai Lun di Cina pada tahun 610SM. Origami dibawa keJepang oleh seorang Budha bernama Dokyo. Kemudian origami menjadi populer di Jepang dengan menggunakan kertas washi, mereka menjadikan origami sebagai kebudayaan Jepang dalam adat keagamaan Shinto. Pada tahun 1797 muncullah buku Senbazuru Orikata (cara melipat seribu burung Bangau). Menurut kepercayaan orang Jepang,jika orang atau kerabat yang sakit ,maka akan sembuh tau mendapat ketenangan jika dibuatkan seribu burung Bangau.
Buku origami tertua di dunia berisi 49 renzuru(jenjan berkaitan),dan kyoka(puisi pendek dan lucu) dikarang oleh Akisato Rito. Pada tahun yang sama terbit buku yang sama berjudul Chushingura Orikata oleh pengarang yang sama pula.
Tidak ubahnya dengan di Indonesia,orang-orang Jepang yang bekerja terkadang juga ada saatnya mengusir kepenatan dengan pulang kekampung halamannya. Hal ini biasa mereka lakukan ketika menjelang perayaan obon.Sehingga tak heran jika menjelang perayaan obon jalanan menuju luar kota menjadi sangat macet.Obon sendiri adalah tradisi orang Jepang dalam menyambut kehadiran arwah nenek moyang mereka. Orang Jepang percaya bahwa dalam setahun selama 3 hari arwah nenek moyang mereka akan datang menengok keluarga yang mereka tinggalkan.
Setiap kota, daerah dan desa di Jepang mempunyai kurang lebih satu acara festival(matsuri) pada setiap tahunnnya. Matsuri sendiri dikelompokkan menjadi dua macam,matsuri sederhana yang biasa diadakan diarea pedesaan pada musim semi atau musim gugur dan didasarkan pada perputaran musim panen padi. Sedangkan pada matsuri lebih mewah diadakan di kota-kota besar pada musim panas dan dipenuhi dengan kegiatan antar penduduk yang begitu tinggi.
Salah satu festival besar di Jepang adalah festival tanabata yang diadakan satu tahun sekali. Festival ini biasa disebut juga festival bintang. Banyak yang mengatakan bahwa tanabata sendiri terdiri dari dua suku kata yaitu tana dan hata. Tana berarti terali atau jari-jari dan hata berarti tenunan. Ada juga yang mengatakan kata Tanabata berasal dari sebuah mitologi dewi langit.
Tanabata pada mulanya beasal dari legenda China,kemudian masuk ke negara Jepang dengan menggabungkan kebudayaan setempat. Festival ini pertama kali diperkenalkan pada periode Nara dan pada era Heian. Tanabata ini sendiri diadakan pada malam tanggal 7 Juli dimana masyarakat Jepang menggantung kertas warna-warni yang berisi segala keinginan mereka di sebuah ranting pohon bambu yang diletakkan didepan halaman.