Pages

Don't Be Scared 2

Don't Be Scared # 2 #



Adrian mengembangkan senyumnya yang menawan, menatap ekspresi ketakutan di hadapannya itu, penuh rasa bahagia.
Tentu saja, sejak awal dia memang tidak memiliki niat untuk mengalah begitu saja, meski lawannya perempuan sekalipun. Adrian terbiasa memukul lawannya sama rata dan itu sudah menjadi kebiasaan buruknya untuk tidak bisa menahan diri saat bertanding. Dia akan mengerahkan segala kemampuan dan kekuatannya saat bertanding dan itu akan menyedihkan sekali jika lawannya adalah perempuan atau laki-laki yang memiliki kekuatan dan teknik bela diri jauh di bawahnya. Pikirnya kemudian ikut prihatin menatap perempuan yang kini meringkuk ketakutan di bawah sana.
Namun, tetap saja ada perasaan puas ketika dia bisa membungkam mulut perempuan yang tak tahu sopan santun itu. Perempuan itu pikir siapa dirinya, berani mengganggu proses pelantikan tim barunya? Oh..
Adrian tiba-tiba teringat sesuatu. Kertas yang di bawa perempuan itu saat akan memasuki arena pertandingan. Kertas itu berisi angket persetujuan untuk bergabung ke tim kendo dan tadi perempuan itu memang sengaja menantangnya kan? Seculas senyum dingin itu kemudian tersungging di wajahnya.
Dia lepaskan men itu dari atas kepalanya, benar-benar ingin melihat dengan jelas rupa perempuan gila itu.

Tanpa di duga, di akhir pertandingan lawannya itu bergerak mendekatinya yang masih terkulai lemas karena pukulan telak yang tepat mengenai pinggang kirinya. Erika mengernyit memastikan siapa iblis yang dia lawan, karena melihat dari kekuatannya sepertinya dia bukan seorang perempuan. Sambil melepaskan men-nya orang itu bertanya,
 “Jadi.. hadiah apa yang di dapat pemenang?”
Mata Erika membelalak kaget. Di sanalah lelaki paling tampan yang pernah di temui oleh Erika berdiri, tersenyum dingin, menguar intimidasi kepadanya.
Setengah menelan ludah dan menyumpahi dirinya sendiri, Erika menyesal dalam hati, andai saja dia bisa menjadi orang yang lebih tenang mungkin hubungannya dengan lelaki tampan itu tidak akan berakhir seperti ini.
Dia masih bisa di katakan sebagai murid baru di sekolahnya ini tetapi belum-belum sudah memiliki musuh, dan mungkin kakak tingkat pula..
‘Oh, sial sekali nasibku sekarang!’ batin Erika penuh penyesalan.

Erika masih tertegun dengan pertanyaan lelaki tampan itu. Lelaki itu memang tampan tetapi aura di sekitarnya begitu menakutkan baginya. Tidak semua lelaki berwajah malaikat itu mempunyai hati suci seperti malaikat juga, bukan. Dia harus secepatnya memikirkan segala cara agar tidak termakan oleh omongannya sendiri kali ini.
Sebelum bertarung dia telah mengajukan tantangan, bahwa siapapun yang menang boleh mengajukan satu syarat kepada yang kalah dan yang kalah akan menerima syarat itu dengan mutlak.
Bodohnya dia.. 
Syarat itu sebenarnya, dia buat semata-mata untuk menolong teman satu angkatannya agar dapat terlepas dari penyiksaan si penindas itu. Tapi mengapa pada akhirnya keadaan malah berbalik. Dia sendirilah yang sekarang sedang di tindas.
Oh, Tuhan.. jerit batin Erika putus asa.

 Suara di seluruh ruangan itu langsung di penuhi dengan dengungan gelisah, menanti reaksi yang akan di lakukan oleh Adrian terhadap Erika kemudian.
Tanpa disangka, lelaki itu malah balik tersenyum lucu dan mencengkeram kuat lengan kiri Erika dengan sebelah tangannya yang bebas, membuat Erika mengernyit kesakitan karena tubuhnya yang sedang sakit itu di paksa untuk berdiri dengan cara yang kasar.
 Erika bergidik ngeri, dia sudah kehabisan daya untuk melawan sehingga dia hanya bisa menatap tajam lelaki itu dengan menantang. Dia berharap tatapan matanya bisa mengeluarkan laser yang melubangi kepalanya. Meski itu tidak mungkin bisa terjadi. Namun, tetap saja ada perasaan takut dibenaknya, takut jika lelaki itu tiba-tiba menumpahkan rasa kesal kepada dirinya tanpa tanggung-tanggung dan sekarang dia tidak memiliki perlindungan sama sekali.
Tanpa di sangka lelaki itu malah mencondongkan badan dan membisikkan sesuatu ke dekat daun telinga Erika.
“Jangan pernah muncul di hadapanku lagi!” kalimat itu di ucapkan santai namun sarat dengan ancaman.
Dia tepiskan tangan yang masih mencengkram kuat lengannya itu, “Aku juga tidak ingin lagi bertemu denganmu!” Erika setengah berteriak kesal dengan nafas sedikit terengah. Hah, siapa juga yang mau muncul lagi di hadapannya, bertemu pun dia tidak sudi, tidak usah di perintah Erika pun tahu, apalagi berurusan dengan lelaki iblis seperti dia, batin Erika kesal. Namun keliatannya Adrian sama sekali tidak bergeming dengan kemarahan yang di tujukan terang-terangan kepadanya, lelaki itu malah membalasnya dengan senyuman manis yang jahat. Lalu berpaling begitu saja meninggalkan Erika yang masih bingung bercampur frustasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar